Ilustrasi literasi | sumber foto: pixabay |
Bisa kita lihat sekarang ini, teknologi sudah sangat berkembang pesat dikalangan masyarakat terutama golongan anak muda. Anak muda memanfaatkan teknologi untuk kepentingan mereka, baik pendidikan, maupun tempat melakukan sebuah investasi ataupun bisnis. Namun, pengaruh yang ditimbulkan teknologi ini juga sangat berdampak terhadap kalangan anak muda. Menurut penulis, anak muda sekarang kurang berpikir dan memahami konsep memahami terbentuknya teknologi ini. Pengaruh negatif lebih besar ketimbang pengaruh positifnya. Penulis berpendapat, kalangan anak muda memanfaatkan teknologi, hanya untuk bersenang-senang terutama di media sosial. Sekarang, di era industi 4.0 semuanya sudah berkembang, semua bisa diakses, semua bisa dimanfaatkan, semua juga bisa diubah terutama sistem pendidikan.
Di era revolusi keempat atau 4.0 yang dikenal dengan revolusi digital, semua informasi dapat diperoleh dengan real-time dan cepat dimana saja dan kapan saja. Ini dikarenakan, berkembangnya literasi, yaitu literasi digital. Hasil survey APJII (Asosisasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) menyebutkan bahwa terdapat peningkatan pengguna internet di Indonesia sejak 2016. Ini memunculkan perkembangan teknologi informasi menjadi bagian dari mulainya era revolusi digital di Indonesia. Perkembangannya yang sangat pesat mampu memberikan pengaruh besar dan mendominasi seluruh sektor kehidupan masyarakat. Perkembangan teknologi informasi diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang memberikan efek positif dan negatif kepada masyarakat. Pembelajaran literasi digital tidak bisa dielakkan lagi. Penguasaan literasi dalam segala aspek kehidupan memang menjadi hal pokok dalam kemajuan peradaban suatu bangsa.
Literasi menurut The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) adalah seperangkat keterampilan nyata, terutama keterampilan dalam membaca dan menulis yang terlepas dari konteks yang mana ketrampilan itu diperoleh serta siapa yang memperolehnya. Berdasarkan survei Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara, atau merupakan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah. UNESCO menyebutkan minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%. Artinya dari 1.000 orang Indonesia hanya satu yang gemar membaca. Dari data tersebut, kita bisa melihat Indonesia hanya memiliki 0,0001% minta dalam membaca. Betapa kurangnya Indonesia dalam berliteran. Padahal menurut penulis, ketika kita membaca pemahaman kita dalam memahami isi buku, pasti membawa kita ke dimensi lain sesuai dengan buku apa yang kita baca. Contoh novel, novel yang bergenre kerajaan. Pasti ketika membaca, kita akan berimajinasi seakan kita berada di cerita atau dikerajaan yang diceritakan dinovel. Menurut UNESCO (2011), literasi digital adalah kecakapan (life skills) yang tidak hanya melibatkan kemampuan penggunaan perangkat teknologi, informasi dan komunikasi, tetapi juga melibatkan kemampuan untuk dalam pembelajaran bersosialisasi, sikap berpikir kritis, kreatif, serta inspiratif sebagai kompetisi digital. Namun sayang, pemahaman masyarakat dalam berliterasi digital kurang.
Literasi Digital Memudahkan?
Menurut Bawden, 2001 menawarkan pemahaman baru mengenai literasi digital yang tertulis disebuah buku berjudul Pendidikan Multiliterasi” karya Sudirman dan Mahfuzi. Yang menyatakan bahwa pemahaman baru mengenai literasi digital yang berakar pada literasi komputer dan literasi informasi. Literasi komputer yang berkembang pada dekade 1980-an ketika komputer mikro semakin luas dipergunakan tidak saja di lingkungan bisnis namun juga masyarakat. Sedangkan literasi informasi menyebar pada dekade 1990-an dimana informasi semakin mudah disusun, diakses, disebarluaskan melalui teknologi informasi berjejaring. Betapa membantunya sebuah teknologi. Teknologi yang terus berkembang di setiap dekade dan terus berkembang hingga saat ini. Menurut pendapat Sudirman dan Mahfuzi, bahwa literasi digital itu bukan hanya sekadar kemampuan mencari, menggunakan dan menyebarkan informasi, akan tetapi diperlukan kemampuan dalam membuat informasi dan evaluasi kritis, ketepatan aplikasi yang digunakan dan pemahaman mendalam dari sisi informasi yang terkandung dalam konten digital. Literasi digital juga mencakup tanggung jawab dari setiap penyebaran informasi yang dilakukan karena menyangkut dampaknya terhadap masyarakat.
Beranjak dari itu semua, kita sebagai anak muda yang banyak menggunakan media sosial, harus melek dengan media sosial yang merupakan bagian dari era digitalisasi yang menggandrungi dunia saat ini. Walaupun media sosial saat ini ibarat pisau bermata dua, yang bisa memberikan dampak positif dan negatif bagi masyarakat dunia. Tentunya tidak cukup hanya dengan melek media sosial semata, tetapi kita sebagai generasi muda saat ini juga harus melek dengan aturan Negara yang mengatur tentang kegiatan bermedia sosial yang tepat, seperti harus memahami dengan baik Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi serta Transaksi Elektronik atau lebih dikenal dengan sebutan UU ITE. Menurut penulis, literasi digital sebagai kunci dalam upaya melindungi dari ancama dunia maya. Ketika kita melek terhadap informasi yang negatif, kita pasti paham bahwa berkembangnya teknologi tidak luput dengan tersebarnya berita hoax, dan konten pornografi.
Literasi Digital Mempersulit?
Why? literasi digital mempersulit? Mungkin beberapa kalangan bawah yang tidak paham akan perkembangan teknologi mengatakan literasi digital tidak penting atau mereka tak paham konsep memahami literasi digital. Indeks literasi digital Nasional pada tahun 2022 mengalami peningkatan. Seiring pesatnya perkembangan teknologi dan juga akses terhadap informasi yang semakin mudah untuk dijelajahi, keterampilan dalam literasi digital menjadi suatu hal yang sangat diperlukan, supaya manusia dapat lebih bijak dalam menyikapi dan menggunakan teknologi. Internet menjadi kebutuhan penting bagi manusia zaman sekarang. Mulai dari kegiatan mencari sebuah informasi, bersosial media, entertainment, ataupun kebutuhan pembelajaran.
Menurut data dari Internet World Stats pengguna internet di negara Indonesia telah mencapai 212 juta lebih pengguna aktif dan dari data tersebut pula dilaporkan bahwa kalangan anak muda yang masih bersekolah mendominasi pengguna media sosial. Berkat jumlah tersebut, Indonesia telah menduduki ranking ke 3 user internet terbanyak se-Asia. Namun, tingkat penetrasi internet di Indonesia belum mampu mengikuti kemampuan literasi digital yang baik oleh masyarakat, sehingga masih terdapat banyak tantangan-tantangan literasi digital di Indonesia, seperti: merebaknya informasi palsu, konten-konten negatif merajalela, maraknya investasi illegal, pengajar yang kurang melek teknologi, dan banyaknya praktik pinjaman online ilegal (pinjol). Ini dikarenakan masyarakat itu sendiri yang membuat ulah, yang kurang literan dalam menggunakan teknologi.
Zaman sekarang, literasi digital merupakan hal penting yang seharusnya dilakukan masyarakat. Perkembangan teknologi seharusnya menjadikan masyarakat memahami lebih tentang literasi digital. Menurut data Data Digital Literacy Index 2021 yang dirilis Kementerian Komunikasi dan Informatika serta KataData menunjukkan bahwa dari 4 pilar literasi–digital culture, digital skills, digital ethics, dan digital safety–yang terakhir memiliki skor terendah, menunjukkan belum semua masyarakat menyadari bahaya yang menyertai aktivitas-aktivitas mereka di dunia digital. Berkembangnya platform yang mengandalkan pengumpulan informasi konsumen untuk menciptakan personalised content membuka ruang bagi platform ini untuk melanggar privasi konsumen. Di ranah edtech, hal ini juga semakin membuka peluang pelanggaran data pribadi anak-anak.
Data Badan Pusat Statistik (2021) menunjukkan, sebanyak 88,99 persen anak usia 5 tahun ke atas sudah menggunakan internet dan mengakses media sosial. Sebanyak hampir 90 persen anak-anak ini menggunakan ponsel pintar (smartphone) untuk mengakses internet. Tingginya keterpaparan internet pada anak-anak semakin memperlihatkan pentingnya pengembangan literasi digital sejak usia dini. Kemampuan literasi digital yang baik tidak hanya membantu anak-anak dalam proses belajar jarak jauh, tetapi juga melindungi mereka dari ancaman dunia maya, seperti pelecehan seksual daring, dan perundungan daring (cyberbullying). Ancaman lainnya meliputi konsumsi konten yang tidak sesuai umur dan penggunaan data pribadi anak yang tidak bertanggung jawab.
Menurut data tersebut, sebagai mahasiswa saran agar hal tersebut bisa teratasi, orang tua dan masyarakat harus memiliki pemahaman berliterasi terutaman literasi digital. Pemahaman dalam mengakses perkembangan teknologi seharusnya ada di diri orang tua maupun masyarakat agar orang tua bisa mengedukasi anak dalam berliteran di dunia teknologi. Seperti, memberikan edukasi animasi melalui smarphone. Apalagi hampir 100% anak-anak menggunakan smarphone. Dan hal tersebut menjadi peluang bagi orang tua dan masyarakat.
Oleh: Wulan Faiha Muthi
Penulis adalah Mahasiswa Luar Sekolah Universitas Negeri Medan.
Ikuti berita terkini dari Kabar Center di Google News, klik di sini