Dr (iur) Liona Nanang S., SH., MH |
Kabar Center
“Orang Batak Telah Terikat Hukum Sejak Didalam Perut”
Bandung-Cimahi: Mendengar penggunaan nada tunggu lagu Batak di HP-nya, orang yang pertama kali menghubunginya, pastilah mengiranya dia adalah Orang Batak. Padahal bukan. Dia, Dr (iur) Liona Nanang S., SH., MH. orang yang nada tunggu lagu Batak itu, adalah Orang Sunda asli.
Jatuh Cinta karena Semangat Juangnya
Latar belakang nada tunggu Lagu Batak itu erat kaitannya dengan proses jatuh cintanya kepada Orang Batak. Menurut pengakuannya, Orang Batak yang sejak dalam perut ibunya sudah terikat dengan hukum itu, memiliki semangat juang tinggi dalam mewujudkan satu cita-cita atau tujuan hidup. Hal itu dia ketahui dari pergaulannya semasa menjalani studi di Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung.
“Lae kan taulah, Fakultas Hukum itu adalah ‘fakultasnya’ Orang Batak. Sepertinya, tanpa Orang Batak, sebuah faklutas hukum akan kurang greget eksistensinya, bila tidak ada bataknya. Nah, awak yang Orang Sunda, mau tidak mau ‘terpaksa’ bermetamorfosis layaknya seperti Orang Batak ketika itu,” ceritanya mengisahkan proses awal jatuh cintanya itu.
Awalnya Orang Batak dipandang Dr (iur) Liona orang yang ‘galak-galak’ atau ‘halak namarlomo-lomo’ karena ‘style’ bicaranya. Ternyata, setelah bergaul, pandangannya itu tidak benar. Setelah langsung bergaul, pandangannya pun berubah menjadi sebuah kekaguman yang berlanjut jatuh cinta.
Ya, jatuh cinta itu terjadi dari kekagumannya dalam hal semangat juang. Dan dalam perkembangan selanjutnya, rasa cinta itu semakin mendalam mana kala dia juga melihat rasa solider terhadap sesama yang ‘senasib’. Terhadap rasa solider ini dia menceritakannya begini.
“Pada masa-masa kuliah itu, awak yang juga berlatar belakang ekonomi pas-pasan seperti kawan-kawan Orang Batak itu, selalu menghadapi persoalan perut manakala akhir bulan sudah datang. Penyebabnya dalah keterbatasn jumlah kiriman dari orangtua. Awalnya soal itu membuat diri was-was. Tetapi dalam perkembangannya, hal itu tidak lagi persoalan, karena kami dapat selesaikan melalu solidaritas,” katanya dengan lancar mengenang kembali masa-masa menjalani studi.
Solidaritas yang dimaksud Liona itu, terangkum dari satu kisah ‘maneat biang liar’ yang tidak bertuan. Setelah disepakati satu rencana ‘maneat biang’, entah bagaimana caranya, anjing yang berkeliaran yang dimaksud sudah ada di salah satu tempat kos salah satu dari mereka. Tidak terlalu lama, dengan kerjasama yang baik, lauk-pauk untuk makan pun sudah tersedia. Terkadang lauk pauk itu diirit agar bisa bertahan selama dua atau tiga hari.
“Kalau soal nasi, supplai dari kampung saya mah berlimpah. Yang menjadi masalah adalah lauk pauknya. Dan soal itu lauk pauk itu terjawab dari cara kawan Orang Batak itu membuat solusinya”, ujarnya Dr (iur) Liona yang ternyata beristeri ‘Orang Medan.
Penasehat Hukum Anak Mantan Konglomerat Medan
Konsekwensi dari jatuh-cintanya kepada Orang Batak akhirnya mencapai puncaknya saat Liona meraih pendidikan doktoralnya. Tidak tanggung-tanggung tempat meraih capain itu, yaitu di Kota Munich Jerman Barat.
Setelah itu, kisah pun belanjut dari cerita sedih ke cerita senang. Yang jelas tidak ada lagi cerita ‘maneat biang liar’ yang dilakukan pada akhir bulan. Maka mengalirlah cerita selanjutnya dengan bagaimana menata waktu dalam memanfaatkan berbagai peluang yang datang. Itulah buah dari semnngat juang yang diadopsinya dari kawan-kawanya Orang Batak.
Dari berbagai peluang yang datang itu, ada satu yang membuatnya surpraise, manakala dia dipercaya menjadi penasehat hukum putra-putri dari seorang mantan konglomerat di Medan.
Tanpa mau menyebut nama, Liona mengatakan bahwa putra-putri mantan konglomerat itu sedang berkonflik mengenai warisan. Untuk itu, dia terpanggil untuk membantu menyelesaikannya. Namun setelah setiap minggu selama 3 hari dalam kurun waktu 2 tahun lebih, dengan berbagai fasilitas dan kemudahan, misi itu harus diakhirinya, untuk lebih serius mengabdi di almamaternya. Sedang hasil dari misinya di Medan, dari pantauan awak media ini, relatif tidak terlihat lagi muncul berita konflik di sesama putra-putri mantan konglomerat yang diadvokasinya itu.
Bagi Dr (iur) Liona, bersedia menangani kasus putra-putri konglomerat itu, adalah satu penghormatan yang luar biasa, mengingat reputasi dan jasa-jasa orangtua para pihak memintanya menjadi penasehat hukum.
Walau begitu, hal itu tidak membuatnya jumawa. Sikapnya biasa-biasa saja. Kalau pun dia merasa jumawa, sebagaimana pengakuannya, adalah kesempatannya untuk dapat menikmati kuliner ‘Dekke Arsik’ Batak kesukaannya. Dengan begitu, hasratnya untuk melampiaskan kuliner Batak yang begitu banyak pilihan menjadi terlampiaskan.
“Oh ya, sejak ‘jatuh cinta’ dengan Orang Batak, awak pun menjadi cinta juga sama kulinernya. Salah satu pavorit saya adalah ‘dekke arsik’,” katanya sambil menyebutkan beberapa kuliner lain yang disukainya.
“Memang, awak pun suka juga dengan saksang atau kidu-kidu. Tetapi tidak seperti ‘dekke arsik’ ini, harus selalu ada setiap awak makan di lapo,” katanya melanjutkan.
Lulus Lemhanas dan Mimpi menjadi Akademisi Politisi’
Akademisi yang telah lulus Lemhanas ini, saat ini menjadi Dekan Fakultas Hukum di almamaternya. Dan mungkin merasa sudah saatnya juga berkecimpung dibidang legislatif, maka pada tahun ini dia memutuskan maju menjadi Calon Legislatif (Caleg) DPR RI dari Partai Gerindra.
“Saya melihat masih banyak produk-produk hukum kita yang belum dapat berjalan dalam menegakkan keadilan. Menyuarakaian soal itu dari kampus, sepertinya kurang strategis, selaian dari Gedung MPR di Senayan,” ujarnya mengenai hal melatar belakanginya terjun ke dunia polittik.
Dr (Iur) Liona tidak menampik bahwa sudah banyak produk-produk hukum telah baik. Tetapi, katanya melanjutkan, karena tidak didukung dengan peraturan pelaksanaan yang sepadan, produk hukum yang baik tadi pun tidak dapat mencapai tujuan.
“Seperti yang saat ini terjadi dan ramai dibicarakan atas keputusan mengenai syarat Capres dan Cawapres Mahkamah Konstitusi. Produk hukumnya sudah baik, tetapi karena ulah pelaku yang menjalankan undang-undangnya, keluarlah keputusan yang tidak mencerminkan ketidak adilan," katanya memberi contoh terhadap pendapat yang melatar belakangi keputusannya terjun ke politik tersebut.
Hari-hari ke depan, yang menyebut dirinya “Akademisi Politisi” ini akan melakukan serangkaian program kegiatan untuk mengenalkan visi misinya kepada rakyat calon pemilihnya.
Tentu ini adalah kegiatan yang memerlukan sikap mental dan stamina yang ekstra, mengingat hal ini adalah merupakan dunia baru bagi sosok penyuka kuliner ‘dekke arsik’ Batak yang nyaris telah mengunjungi sebagian Sumatera Utara, termasuk Sipirok Tapanuli Selatan.
“Saya beberapa kali ke Sipirok, karena ‘dua teteuh’ awak kawin dengan Orang Sipirok,” ujanrnya mengakhiri pembicaraan. (MS/Partukkoan)
Ikuti berita terkini dari Kabar Center di Google News, klik di sini