Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Indonesia (Menteri Desa PDTT) Abdul Halim Iskandar | kemendesa.go.id |
Kabar Center
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Indonesia (Menteri Desa PDTT) Abdul Halim Iskandar mengungkapkan, adanya tuntutan dari sejumlah perangkat desa untuk diangkat menjadi ASN.
Perangkat desa yang terdiri dari Sekretariat Desa, Pelaksana teknis dan Pelaksana Kewilayahan ternyata tidak bisa diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal ini karena cara dan jam kerja perangkat desa berbeda dengan ASN.
Alasannya, para perangkat desa tidak memiliki jam kerja atau bekerja penuh secara 24 jam untuk melayani masyarakat. Sementara, profesi ASN memiliki jam kerja sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
"Yang jelas karena perangkat desa itu (kerja) 24 jam, tidak bisa kemudian ASN, kan ada jam kerja. Sampean tahu kan, bagaimana kerja perangkat desa 24 jam," kata Menteri yang akrab disapa Gus Halim ini kepada awak media di Kuningan City Mall, Jakarta Selatan, Kamis (22/6/2023).
Namun, dia menghendaki adanya revisi Undang-Undang (UU) nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Salah satunya adalah untuk memberikan kepastian hukum status perangkat desa.
Menurut Abdul Halim Iskandar, Kepastian hukum diperlukan untuk mempertegas status kerja hingga masa depan pegawai perangkat desa. Sehingga, kesejahteraan para perangkat desa bisa lebih terjamin.
"Kepastian hukum dia (perangkat desa) itu sebagai apa? supaya masa depannya jelas dan imbang antara tugas-tugas yang diemban dengan apa yang diperoleh dan masa depannya," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR RI Yandri Susanto menilai, pilihan untuk merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa bisa dilakukan. Hal itu terkait usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) dari 6 tahun menjadi 9 tahun.
"Saya kira semua dinamika, aspirasi masyarakat terbuka bahas di DPR. Artinya UU Desa Nomor 6 terbuka untuk direvisi," kata Yandri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, dikutip Senin (30/1).
Bagi Yandri, tak ada UU yang tidak bisa direvisi. Selama usulan tersebut datang dari masyarakat dengan didukung fraksi partai politik maka UU Desa bisa direvisi.
Yandri menyarankan revisi UU Desa sebaiknya masuk program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2023 bila membawa kebaikan.
"Tadi aspirasi bagus, tentu yang mengesahkan pemerintah dan DPR apakah benar aspirasi itu diterjemahkan terhadap UU tunggu nanti," pungkas Yandri. (Mdk/lp6)
Ikuti berita terkini dari Kabar Center di Google News, klik di sini