Ilustrasi |
Ketua Pebisnis di Amerika Serikat tetap meyakini jika China masih berkomitmen pada kesepakatan dagang dalam membeli barang dan jasa dari AS meskipun ada krisis virus korona.
Seperti dilaporkan reuters, Jumat (14/02), Craig Allen, presiden Dewan Bisnis AS-Cina (USCBC) mengatakan bahwa perlambatan bisnis di Tiongkok dapat memengaruhi waktu pembelian, namun kedua pemerintah berkomitmen untuk memenuhi target. Grup ini mewakili perusahaan AS yang melakukan bisnis dengan China.
"Sementara komitmen China untuk meningkatkan pembelian barang-barang manufaktur AS, produk pertanian, energi dan jasa hingga $ 200 miliar pada akhir 2021 masih ada," katanya.
"Coronavirus tidak mengubah semua itu, meskipun itu mungkin mempengaruhi waktu," kata Allen pada konferensi pers di Washington.
Seperti diketahui, China saat ini mengalami wabah Virus Corona. Meski demikian, saat ini pemerintah telah berusaha mengatasi hal tersebut.
Di bawah kesepakatan perdagangan, China berjanji untuk meningkatkan pembelian barang AS sebesar $ 77 miliar pada tahun 2020 dan $ 123 miliar pada tahun 2021.
Seorang peneliti pemerintah Cina pada hari Selasa menilai, wabah koronavirus dapat memangkas pertumbuhan ekonomi 2020 di China dan menekan keuangan perusahaan yang akan membeli barang-barang AS.
USCBC mengumumkan pada hari Kamis bahwa sekitar 60 dari perusahaan anggotanya menyumbangkan pasokan medis, termasuk 2 juta masker wajah, dan barang-barang lainnya ke rumah sakit di Wuhan. Upaya itu, termasuk dilakukan perusahaan-perusahaan seperti perusahaan asuransi Chubb, pengecer Walmart Inc (WMT.N) dan FedEx Corp (FDX.N), yang menyumbangkan layanan pengiriman.
Dalam sebuah survei yang dirilis pada hari Kamis, USCBC menyebutkan 78% responden memandang kesepakatan perdagangan Fase 1 sebagai positif atau agak positif, sementara 12% menganggap kesepakatan itu negatif.
Tetapi 51% dari perusahaan mengatakan masih terlalu dini untuk menyakini apakah manfaat dari tindakan perdagangan Presiden AS Donald Trump terhadap China akan lebih besar daripada biayanya. Dan hanya 22% dari mereka berharap untuk memanfaatkan mekanisme sengketa kesepakatan perdagangan. (Rts/KC2)
Ikuti berita terkini dari Kabar Center di Google News, klik di sini